Thursday, August 14, 2008

amayadori [ the safest place to hide when its rain]

aku tidak menyangka kejadiannya akan menjadi sebegini sulit untuk merealisasikan sebuah rencana. Aku tahu aku tak akan bisa meninggalkan Ueda, alasannya cukup sederhana sebenarnya, karena sudah ada perasaan lain yang ikut campur dalam urusan persahatanku dengannya bulan-bulan ini, alasan yang lain adalah, dia sudah cukup berkorban dengan datang ke Indonesia, hanya untuk menemuiku.

pertemuan di cafe Kyela sebualan yang lalu juga menjadi kenangan yang tidak biasa antara aku dan dirinya. Kami berpelukan. Oh..tidak itu sudah lebih dari cukup untuk menggambarkan kami berdua adalah sahabat yang saling merindukan. Semua bisikan kecil, semua hembusan nafasnya di telingaku, semua detak jantungnya yang terasa berbeda, semuanya.

Ueda, aku tak mungkin mencintainya. Atas apapun alasan yang nantinya akan ada.Aku hanya sahabatnya, dan kami berenam hanya sahabat, aku, dia dan semuanya adalah sahabat yang diikat karena rasa saling melindungi satu dengan yang lainnya.

Aku beranjak dari atas sofa merah di kamarku, meninggalkan sejenak pikiran yang penuh dengan Ueda akhir-akhir ini. Aku mengambil tas ranselku, merogoh-rogoh mencari lembar tiket pesawat ke Jerman. Iya, aku akan tetap pergi ke Jerman, setelah kupikirkan ternyata aku lebih memilih ke Jerman, walau aku sudah terlanjur mengatakan tidak akan pergi ke Ueda di Cafe itu sebulan yang lalu. Lagipula apa yang akan kukatakan pada diandra dan kedua orang tuaku kalau aku gagal berangkat hanya karena aku harus menemani Ueda di Indonesia untuk waktu yang tidak bisa ditentukan. Oh..aku menepuk kepalaku kuat-kuat. Tiketku HILANG. Habis sudah.Aku melempar tasku dan mulai mencari di meja komputerku, di meja rias, kolong tempat tidur, almari, semuanya, tidak ada, nol besar. Aku sudah menjadi sangat kebingungan ketika handphone berdering.

"Hallo"
"Tampaknya kamu sibuk"
"Ueda"
"Kaget?"
"Ehm tidak, hanya tidak biasanya kamu menelephon pagi buta seperti ini" aku melirik jam dinding, saat itu pukul 3 pagi.
"Bukannya biasanya kita selalu tidak berhenti mengetik sebelum pagi tiba?"
"Bukan, maksudku menelepon, ini khan baru pertama kali"
"Di Indonesia, kita bisa menelepon dengan murah bukan di pagi hari"
"Wew, sudah hapal iklan TV rupanya"
"TV not a good friend, but we indeed need it" Ueda di seberang sana tertawa.
"Ehm Ueda, kamu terbangun malam-malam lagi"
"Tidak, memang sengaja tidak tidur, untuk menelephonmu"
"Mengapa memilih waktu sepagi ini?" aku mulai tidak sabar.
"Karena aku tahu kamu tidak akan tidur sebelum pukul 5, moslem thing huh" Ueda tertawa lagi.
"Ueda, aku capek, aku tidur yah" aku mencoba membuatnya berhenti menelepon karena aku ingin meneruskan mencari tiketku.
"Datanglah ke apartemenku siang ini, aku punya sesuatu yang kamu cari sekarang"
"..."
"Just always know you better than yourself Hanna"
"..."
"Don't mind, just come and see" Ueda menutup telephonya, membiarkan aku dalam kebingungan yang semakin besar.

Dia memiliki sesuatu yang aku cari, apakah dia tahu aku kehilangan tiket, tapi bagaimana bisa, bagaiamana bisa ada padanya, aku memukul kepalaku berulang-ulang, dia tahu aku akan pergi, dia tahu aku akan meninggalkannya, dia tahu semua rencanaku.

Cepat aku mengambil tas ranselku, menutupnya rapat, menjambret jaket tebalku, memakai sepatu dan pergi. Ke apartemen Ueda. Malam itu juga.

No comments: