Sunday, August 10, 2008

pertemuan sederhana


kami bertemu di Kyela Cafe, di aderah Ciputra hari itu jam 8 tepat waktu Indonesia bagian barat. Ueda masih sama seperti yang dulu, pucat, murung dan tampak lelah. Dia tersenyum saat mengetahui aku datang, sambil membersihkan meja dari beberapa puntung rokok.


"nice to meet you" aku datang tidak mengindahkan sorotan matanya yang heran melihat tidak langsung duduk begitu sampai di mejanya.

"please" dia menambahkan. " I need to talk".

Masih memendam keinginan untuk segera memeluknya, aku tetap berdiri, menundukkan kepalaku. Tak lama kemudian dia pun berdiri. Aku mendongak, melihat wajahnya. Dia lebih pendek dari saat terakhir aku bertemu dengannya.

"I need you to talk" dia menambahkan dengan nada suaranya yang sepertinya memendam sesuatu.

"I'm here because I know you need to talk to me" aku berbicara masih memandang wajahnya, dan dalam keadaan berdiri.

Kami baru pertama kali ini bertemu setelah 6 bulan yang lalu kami hanya bisa berkomunikasi lewat email, telephon, chating di internet, 3G dan beberapa akses teknologi lainnya, yang tidak memungkinkan aku untuk bisa mengukur beberapa telah berubah dari Ueda, termasuk tinggi dan berat badannya.

Aku berharap banyak beberapa hari yang lalu saat Ueda mengirim pesan lewat email bahwa dia akan bertolak ke Indonesia, menemuiku. Something important, katanya waktu itu.

Harapanku adalah bahwa aku bisa berbincang dengan lebih berkualitas dengannya setelah kami merasa ada sesuatu diantara kami saat berkomunikasi lewat teknologi sedemikian lamanya. Aku merasa ganjil dengan tingkah lakunya yang semakin hari semakin tampak tidak sehat. kesukaannya melipat kaki di atas sofa dan tertidur pulas saat kami belum selesai berbicara dengan membiarkan PC atau hanphonenya tetap on line. satu lagi yang membuatku sangat gusar adalah dia tidak henti-hentinya mengambil tisyu untuk menyeka bagian-bagian tubuh yang tidak bisa kulihat dengan jelas lewat web cam atau layar HP. Di dorong keinginan kuat untuk bertanya membuatku ingin segera bertemu dengannya. Tapi sekarang, seakan kami tidak pernah berbincang intim lewat teknologi, dia melihatku seakan aku teman baru yang siap untuk memperkenalkan diri, dan dia, keperluannya denganku hanya untuk bicara seadanya dan kemudian pergi.

Aku tetap terdiam membiarkan Ueda yang terlebih dulu melakukan gerakan.

Tidak ada. Ueda tetap terdiam dengan mata yang tetap tertuju padaku. Aku menjadi rikuh sendiri, ini bukan Ueda. Ueda tidak pernah memandang sesuatu hingga begini lama, pasti ada sesuatu, apakah aku melewatkan satu atau dua kata penting lewat pembicaan kami beberapa waktu lalu, seingatku pembicaan kami tidak pernah terlepas dari curhatan sahabat kental belaka, walau terkadang aku merasa begitu dekat dengannya, tapi tidak ada satupun diantara kami yang terlepas bicara tentang cinta. Dia sahabatku yang memang lebih dari segalanya dimuka bumi, itu saja, tidak lebih. Tapi aku merasa pandangannya kali ini lebih dari itu.

"Sorry, why you looking at me like that?"

"No just amazed, seeing your eyes, last time I know, yours isn't in this blue?"

"I wear my lens", " Look so weird, huh?"

"No, you look good"

"I'm getting tired, can we just sit, and order a cup of tea"

"No, I like when you stand in front of me like this, because I can hug you as tight as I can, may I"

Tanpa menghiraukan gerakanku yang kikuk, Ueda memelukku, masih terasa nafas hangatnya di telingaku saat kusambut pelukan itu.

"Diandra tells me that you will go to Germany", " But I won't let you go".

Seluruh pandangan menatap kami malam itu, tapi karena ada Ueda, segalanya seperti tampak seharusnya. Ueda, apakah dia masih sahabatku saat dia menginginkan ku lebih banyak dibandingkan yang lain, atau karena aku pun menginginkan dia lebih dari seorang teman curhat belaka.

Kubisikkan satu kata ditelinganya .....

"No, I won't"



well that picture is the picture of Kenichi Matsuyama, the one I want to figure Ueda.




No comments: